Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur
Seni
tenun di Nusa Tenggara Timur konon sudah ada pada masa sebelum
ditemukannya serat kapas, pada masa itu masyarakat Suku Rote menenun
dengan menggunakan bahan serat dari sejenis pohon palem seperti lontar
dan gewang. Barang-barang yang dihasilkan dari bahan tenunan tersebut
antara lain kain yang disebut lafe tei, kemudian dipakai
menjadi busana sehari-hari. Setelah serat kapas masuk ke Nusantara,
masyarakat Rote beralih menenun kapas. Tetapi, ada yang masih tersisa
dari lafe tei hingga sekarang, yaitu topi khas Rote yaitu ti’i langga, yaitu penutup kepala yang berbentuk mirip dengan topi sombrero dari Meksiko.
Ti’langga
merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk pria Rote. Tetapi
pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menarikan tarian tradisonal foti, perempuan menggunakan penutup kapala ini.
Ti’i
langga terbuat dari daun lontar yang dikeringkan. Karena sifat alami
daun lontar yang makin lama makin kering, maka ti’i langga pun akan
berubah warna dari kekuningan menjadi makin cokelat. Bagian yang
meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi
cenderung miring dan sulit untuk ditegakan kembali. Konon hal tersebut
melambangkan difat asli orang Rote yang cenderung keras. Selain itu,
ti’i langga juga merupakan simbol kepercayaan diri dan wibawa
pemakainya.
Selain
itu, bagi pria, baju adat rote berupa kemeja berlengan panjang berwarna
putih polos. Tubuh bagain bawah ditutupi oleh sarung tenun berwarna
gelap, kain ini menjuntai hingga menutupi setengah betis. Motif dari
kain ini bermacam-macam, bisa berupa binatang, tumbuhan yang ada
tersebar di di kawasan Nusa Tenggara Timur. Dari motif yang nampak dari
kain tenun tersebut dapat dilihat daerah asal pembuatan kain tenun
tersebut.
Sebagai
aksesoris sehelai kain tenun berukuran kecil diselempangkan di bagian
bahu. Motifnya serasi dengan kain tenun pada sarungnya. Selain itu,
sebilah golok juga diselipkan di pinggang depan.
Untuk
wanita, biasanya mengenakan baju kebaya pendek dan bagain bawahnya
mengenakan kain tenun. Salah satu motif yang sering digunakan untuk
menghiasi pakaian adat ini adalah motif pohon tengkorak.
Sebagai
pelengkap, sehelai selendang menempel pada bahunya. Rambut dianggul dan
memakai hiasan berbentuk bulan sabit dengan tiga buah bintang. Hiasan
tersebut disebut bulak molik. Bulan molik artinya bulan baru.
Hiasan ini terbuat biasanya terbuat dari emas, perak, kuningan, atau
perunggu yang ditempa dan dipipihkan, kemudian dibentuk sedemikian rupa
hingga menyerupai bulan sabit.
Selain itu, Aksesoris lainnya adalah gelang, anting, kalung susun (habas), dan pending.
Kalung susun atau habas terbuat dari emas atau perak yang merupakan
warisan turun-temurun dari sebuah keluarga suku Rote. Terkadang, ada
yang menanggap bahwa habas merupakan benda keramat yang dianggap
memiliki kekuatan gaib.
Selain
habas, aksesoris lainnya adalah pending. Pending merupakan perhiasan
yang terbuat dari kuningan, tembaga, perak dan emas dan biasa dipakai di
bagian pinggang. Motif yang sering muncul sebagai hiasan pending adalah
motif bunga atau hewan unggas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar